Bagiku hari itu, tanggal 24 September 2013 adalah hari selasa yang normal dan semuanya berjalan seperti biasanya, alarmku berbunyi tepat jam 5 pagi, matahari terbit dari timur dan memancarkan sinarnya seperti biasa, kelas ku tetap pada jadwalnya, tidak ada yang berbeda sama sekali pada hari itu. Masih ingat betul aku saat itu datang ke kampus untuk mata kuliah menggambar teknik yang sangat kugemari dan bahasa inggris yang tidak terlalu aku suka. Aku datang ke kelas 'gamtek' dengan semangat walau beberapa temanku saat itu banyak yang entah kemana tapi entah kenapa aku masih ada dikelas itu untuk mendengarkan. Kukeluarkan penggaris, pensil, kertas dan penghapusku untuk mencoba apa yang diajarkan dosenku saat itu. Memang kelas inilah yang aku gemari saat semester 1, walau aku tidak bisa menggambar tetapi aku sangat suka menggambar haha.
Kelas gamtek pun usai, setelah ini aku harus bertemu kelas bahasa inggris yang kurang aku sukai. Di kelas, aku mencoba mendengarkan dosen ku yang sedang menjelaskan tentang materi pada hari itu. Kucorat-coret kertas yang ada dimejaku, berusaha agar aku tidak mengantuk saat mendengarkan dosen ku ini. Kulihat sekelilingku ternyata bukan cuma aku yang merasa bosan, untunglah mereka semua berpikir yang sama.
Kelas telah berjalan kira-kira 1 jam, tiba-tiba Papa ku mengirim BBM kepadaku, "Bang, kamu nanti pulang gak?". Kebetulan saat itu aku sedang ingin mengerjakan tugas-tugas ku dan juga menyicil pekerjaan dekorasi untuk makrab jurusan ku, kemudian aku membalas "Pa, saya gak pulang kayaknya hari ini". Aku tunggu balasan dari Papaku, tetapi tidak kunjung ada balasan. Aku tetap menunggu balasan dari Papaku, namun tiba-tiba handphone ku berdering, terlihat di handphone ku yang menelefon adalah Papaku. "Ada apa? tumben tiba-tiba nelfon abis BBM" pikirku dalam hati. Kemudian aku mencoba meminta izin kepada dosenku untuk mengangkat telefon dari Papaku. "Excuse me Mr, i want to hang up the call", kataku meminta izin kepada dosenku. Kemudian semua seisi kelas tertawa karena aku asal menyebutkan "hang up" yang artinya mematikan, padahal aku bermaksud mengatakan "answer", tapi yasudahlah akhirnya dosenku mengerti dan aku keluar kelas untuk menjawab telefon dari Papaku.
Kuangkat telefon dari Papaku dan aku bertanya "Assalamualaikum Pa, kenapa?". Disebrang telefon tersebut tiba-tiba tidak ada jawaban, hanya ada keheningan. Perlahan aku mendengar sayup-sayup suara seorang pria sedang terisak. "Pa, halo, kenapa Pa?", aku mulai gugup dan tidak tahu apa yang terjadi.
"Ki, mama udah meninggal"
Tersontak aku kaget, hatiku seperti remuk seketika. Aku tidak tahu apakah berita ini benar atau tidak, aku masih tidak percaya, aku sempat merasa Papaku sedang berbohong.
"Ki, mama beneran udah gak ada. Sekarang Papa lagi bawa jenazahnya ke rumah Uci".
Entah kenapa badan ku saat itu bergetar, perlahan air mata menetes dari mataku. Aku tidak tahu harus berkata apa saat itu, yang kupikirkan hanya satu, aku telah kehilangan seseorang yang telah melahirkan aku yang bahkan belum bisa aku bahagiakan.
Aku berjalan memasuki kelas, semua seisi kelas masih ada yang tertawa karena kesalahanku saat keluar. Aku perlahan berjalan menuju meja dosen dan aku membisikkan kabar ini kepadanya. Perlahan suasana kelas berubah menjadi hening karena melihat ekspresi ku saat itu. Dosenku mengizinkanku untuk pergi dan aku juga meminta izin untuk mengajak temanku Kemal untuk mengantarku.
Aku diantar Kemal kerumah nenekku menggunakan mobil. Sepanjang perjalanan yang kulakukan hanyalah menenangkan diriku karena badanku terus gemetar dan masih belum menerima. Aku mencoba menahan tapi tetap air mata terus mengalir, yang kubisa lakukan cuma beristighfar.
Sesampainya di rumah nenekku, seisi rumah menyambutku dengan muka yang sedih dan penuh air mata. "Kamu yang tabah ya", kata beberapa orang yang ada disana. Sempat aku berpikir, "Lalu, setelah aku tabah apakah Mamaku bisa kembali?". Tetapi kemudian aku mengubah pikiranku saat melihat kondisi kakakku. "Aku gak punya Mama lagi, aku gak bisa ketemu Mama lagi, terus nanti yang dateng wisuda-an aku siapa? Mama bilang Mama mau dateng ke wisuda aku nanti", kakakku berteriak histeris seperti bukan kakakku yang biasanya. Saat itu aku merasa sangat sedih, tetapi aku disini harus kuat dan menenangkan kakakku.
Tak berapa lama kemudian, jenazah almarhumah Mamaku sampai di rumah nenekku. Serentak seisi rumah kembali menangis dengan kencang. Kakakku yang sudah tenang kembali berteriak histeris dan itu membuatku sangat takut dan sedih karena kondisi kakakku yang sangat terpukul tersebut.
Diletakkanlah jenazah almarhumah Mamaku di ruang tamu. Kulihat wajah Mama saat itu, putih bersih dan tersenyum manis seperti tidak ada lagi beban yang harus beliau tanggung, seperti semua masalah yang ada telah selesai dan siap untuk beliau tinggalkan. Aku coba menahan air mataku, kemudian ku cium kening Mamaku yang sangat dingin dan kaku itu. Ku genggam erat tangannya, kepeluk tubuhnya yang sudah terbaring kaku. Ku coba membisikan "Ma, aku disini Ma", namun tidak ada balasan darinya.
Perlahan ingatan ku mengingat masa-masa beliau saat masih bersamaku. Saat aku masih kecil, aku adalah anak yang sakit-sakitan dan hampir setiap tahun masuk rumah sakit, tapi beliau selalu menemaniku di rumah sakit padahal beliau memiliki pekerjaan di kantor. Beliau selalu menyiapkan sarapan setiap pagi demi agar aku bisa belajar dengan baik disekolah. Setiap malam ia selalu mengingatkan untuk tidur dan shalat, dan ketika pagi selalu membangunkanku dengan caranya yang unik, yaitu menirukan suara temanku dan mengajakku bermain sepeda haha. Dan ketika terakhir aku bertemu adalah hari Sabtu, 14 September 2014, saat sebelum kegiatan Tafakur Alam di jurusan ku, beliau masih sempat membantuku untuk menyiapkan perlengkapan dan datang ke kamar kosan ku. Itulah terakhir kali aku bertemu dengan beliau.
Aku mencari Papaku untuk mendengarkan cerita bagaimana kronologisnya. Papaku bilang, Mamaku menghembuskan nafas terakhirnya di dalam mobil dan sedang duduk bersebelahan dengan Nenekku, saat perjalanan pulang dari membantu anggota keluarga yang memiliki masalah. Masalah tersebut akhirnya berhasil diselesaikan karena Mamaku, dan saat diperjalanan pulang Nenekku mendengar suara Mamaku yang sedang duduk dimobil menghembuskan nafas yang dalam dan kemudian tidak sadarkan diri. Papaku berusaha mencari rumah sakit namun kondisinya mereka sedang berada ditengah-tengah jalan tol. Begitu keluar tol dan membawa Mamaku ke rumah sakit ternyata beliau sudah tidak tertolong lagi.
Setelah mendengar cerita Papaku, aku sedikit lebih lega karena Mamaku meninggal setelah membantu orang lain. Beliau mementingkan kepentingan orang lain dibanding dirinya sendiri, suatu hal yang di zaman sekarang sangat jarang dilakukan oleh orang-orang. Aku sedih namun aku bangga menjadi anak dari seorang yang baik hati seperti Mamaku.
Jenazah Mamaku dikebumikan keesokan harinya yaitu pada hari Rabu, 25 September 2014. Aku tidak tidur semalaman dari malam itu hingga pagi saat waktu Mamaku akan dikebumikan. Aku memegang tangannya selama malam itu hingga pagi dan aku tatapi wajahnya yang tenang tersebut. "Ini terakhir kalinya aku melihat wajah Mama, aku bakal kangen sama Mama. Rumah bakal sepi tanpa Mama".
Pagi pun tiba, jenazah Mamaku dimandikan dan aku membantu memandikannya, aku menggosok-gosok telapak kakinya. "Jadi, surgaku telah pergi? apakah aku cuma bisa menyuci telapak kaki Mamaku? belum sempat aku membahagiakannya ya Allah", gumamku dalam hati. Setelah selesai, aku membantu mengkafankan jenazah Mamaku. Harumnya tubuh Mamaku setelah dimandikan dan dikafankan tidak bisa aku lupakan, karena ini terakhir kalinya aku akan melihat beliau.
Jenazahpun dibawa ke Masjid untuk dishalatkan dan kemudian dibawa ke tempat pemakaman. Aku bersyukur bisa menshalatkan, menggotong jenazahnya dan bahkan mengantarkan beliau ke liang kubur. Aku ingin menikmati saat-saat terakhirku bertemu dengan Mama, sampai akhirnya tidak akan bertemu lagi sampai nanti kami bertemu Disana.
Prosesi pemakaman berjalan lancar. Setelah pemakaman, langit pun mendung dan menurunkan hujannya seakan mengatakan belasungkawanya atas kepergian Mamaku. Di rumah, yang aku lakukan hanyalah menyesali apa yang telah aku perbuat kepadanya. Aku pasti banyak dosa kepadanya dan bahkan aku belum bisa membahagiakannya. Namun, tidak ada yang dapat aku perbuat lagi. Sekarang yang tersisa hanyalah kenangan yang manis dan penyesalanku. Tapi satu yang aku tetap percaya, kapanpun dan dimanapun, aku percaya Mama pasti melihatku dan saat itu aku berjanji untuk menjadi seorang yang tangguh dan membuat beliau bangga.
Hari Selasa yang kuanggap biasa itu ternyata adalah hari Selasa yang mengubah kehidupanku selamanya.
Selamat tinggal Mamaku, Ade Dwimawati.
Semoga Allah memberikan tempat yang layak untuk Mama dan dilapangkan kubur Mama.
Mama jangan khawatir, saya, kakak dan papa sekarang sudah mulai mencoba membiasakan diri dan kami semua alhamdulillah baik-baik saja. Semoga Mama bahagia Disana :)
-Anakmu, Rizki Hidayatullah
-Anakmu, Rizki Hidayatullah